Sunday, August 11, 2019

Ibadah Pagi Alex Reinmueller: Pandangan yang Seimbang Terhadap Perasaan Bersalah (2 Sam. 12:13)

Seorang saudara merasa bersalah karena
hal-hal yang dia lakukan sebelum dibaptis. Seorang ayah merasa bersalah karena
anaknya meninggalkan kebenaran. Seorang saudari merasa bersalah karena
menceraikan suaminya yang tidak setia. Apa persamaannya? Mereka semua merasakan perasaan
bersalah yang tidak perlu. Ada seorang komedian yang bilang, ”Agama itu terdiri dari perasaan bersalah
dan hari-hari raya.” Mengapa orang yang beragama
sering merasa bersalah? Apakah itu ada manfaatnya? Alkitab mengaitkan perasaan bersalah
dengan hukum, dosa, dan pelanggaran. Mari kita buka Galatia 3:19, dan perhatikan apa pengaruh Hukum Musa
terhadap orang-orang Israel. Paulus berkata,
”Jadi, untuk apa hukum Taurat itu? Hukum itu ditambahkan untuk menunjukkan
adanya pelanggaran.” Jadi setiap hari, hukum Taurat mengingatkan
hamba Allah bahwa mereka berdosa. Hukum Yehuwa itu sempurna, dan tidak ada
yang bisa menaati itu sepenuhnya. Jadi, orang Israel tidak bisa lepas dari
perasaan bersalah. Nah, mengapa Yehuwa memberi hukum untuk
membuat mereka merasa bersalah? Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, kita memang seharusnya merasa
bersalah kalau melakukan kesalahan. Kita jadi ingat bahwa Yehuwa adalah Penguasa
Alam Semesta dan standar-Nya selalu benar. Ini juga menunjukkan bahwa hati nurani
kita bekerja dengan baik. Yang kedua, terus terang, kadang
kita memang belum berbuat salah, tapi kita mungkin ingin melakukannya. Pada saat seperti itu, perasaan bersalah
bisa membantu kita. Itu seperti rasa sakit yang tubuh kita rasakan yang bisa menyadarkan kita untuk mencari
pengobatan sebelum terlambat. Begitu juga, perasaan bersalah
bisa menyadarkan kita akan bahaya moral dan rohani
yang perlu kita hindari. Dan yang terakhir, kalau seseorang mengakui kesalahannya,
ini akan membantu dia dan orang yang dia sakiti. Dia bisa merasa lega karena Yehuwa
mengampuni dia. Dan karena dia rela meminta maaf, orang yang dia sakiti pun bisa merasa dikasihi. Sayangnya, kita bisa merasa bersalah
meski tidak berbuat salah. Perasaan bersalah yang tidak perlu ini sering
membuat orang-orang merasa tertekan dan menghukum diri mereka sendiri. Jadi, mari kita bahas tiga situasi di mana
perasaan bersalah yang tidak perlu bisa membuat kita merasa tidak berdaya, dan apa yang bisa kita lakukan untuk
menyingkirkannya. Situasi yang pertama adalah saat kita
terus-menerus merasa bersalah karena kesalahan yang pernah kita lakukan. Kita sudah bertobat dan bahkan sudah diampuni, tapi kita tetap tidak bisa memaafkan diri sendiri. Jadi kita pikirkan itu terus, dan kita mulai kehilangan sukacita
serta semangat. Apa yang bisa kita lakukan? Coba ingat Rasul Paulus. Kadang, kesalahannya di masa lalu
membuat dia sedih. Bagaimana dia mengatasinya? Jawabannya ada di 1 Korintus 15:9, 10. Sebelum dibaptis, Paulus menganiaya
saudara-saudara Kristus. Dia bahkan menyetujui pembunuhan Stefanus. Coba bayangkan bagaimana perasaan Paulus
saat dia teringat akan hal-hal itu. Perhatikan apa yang dia katakan di ayat 9. ”Saya ini paling rendah di antara semua rasul,
dan tidak pantas disebut rasul, karena saya dulu menganiaya sidang jemaat Allah.” Nah seperti Paulus, kalau Saudara
punya tanggung jawab di sidang, perasaan tidak berharga seperti ini bisa
membuat Saudara kecil hati. Setan berusaha membuat Saudara ragu apakah Yehuwa masih senang kepada Saudara. Dia sering melakukan ini saat Saudara dalam keadaan yang paling lemah, yaitu saat Saudara sedang merasa kecil hati
karena kesalahan Saudara. Tapi Paulus tidak membiarkan perasaan ini
mengalahkan dia. Dia tidak menyerah. Perhatikan ayat 10, ”Saya bisa seperti sekarang karena kebaikan
hati Allah yang luar biasa. Kebaikan hati-Nya kepada saya itu tidak sia-sia, karena saya bekerja lebih keras
daripada mereka semua. Meski begitu, semua ini bukan karena upaya saya,
tapi karena kebaikan hati Allah kepada saya.” Jadi Paulus tahu Yehuwa mau menerima
dia apa adanya. Paulus juga tahu bahwa dia tidak bisa
mengubah masa lalunya, meski dia sangat ingin melakukan itu. Dia menerima kebaikan hati Allah yang luar biasa dan mau digunakan oleh Yehuwa. Seperti Paulus, kita sudah bertobat dari dosa-dosa kita. Dan, kita sudah berbicara kepada
para penatua jika perlu. Jadi kita juga bisa yakin bahwa Yehuwa
akan berbelaskasihan kepada kita. Mengapa? Karena Yehuwa berjanji
Dia akan mengampuni dengan murah hati. Kita bisa yakin Yehuwa sudah
benar-benar mengampuni kita. Nah, sekarang situasi kedua yang bisa jadi
membuat kita merasa bersalah. Kita mungkin merasa bersalah karena berpikir
seharusnya kita bisa berbuat lebih banyak untuk membantu orang lain. Mereka yang merawat orang lain
sering merasa seperti ini. Mereka kadang merasa bersalah, meski sudah berbuat sebisa-bisanya. Seorang saudari yang merawat orang tuanya
yang sudah lanjut usia berkata, ”Sulit sekali untuk bilang ke mereka bahwa saya
tidak bisa lagi merawat mereka sendirian.” Kalau kita merasa seperti itu, apa yang bisa membantu? Menurut Pengkhotbah 7:16, ada hal yang tidak boleh kita lakukan. ”Jangan terlalu saleh, atau menunjukkan dirimu luar biasa berhikmat, supaya kamu tidak menghancurkan dirimu sendiri.” Dengan kata lain, jangan jadi orang yang perfeksionis. Kalau tidak hati-hati, keinginan kita
untuk melakukan yang terbaik bisa berubah menjadi keinginan yang
tidak masuk akal. Kita jadi ingin melakukan semuanya
dengan sempurna. Kalau kita berusaha untuk berbuat lebih dari
apa yang bisa atau harus kita lakukan, kita akan gagal dan kecewa. Misalnya, ada yang berpikir bahwa dengan
merawat orang tua, mereka bisa membalas semua kebaikan
orang tua mereka. Tapi, kalau kita berpikir seperti itu, kita akan selalu merasa bersalah karena kita tidak bisa benar-benar membalas
semua kebaikan orang tua kita. Kalau kita merawat mereka hanya karena
merasa bersalah, kita akan kelelahan dan malah tidak bisa merawat mereka
dengan baik. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa minta bantuan dari anggota
keluarga, teman, tetangga, atau bahkan menggunakan jasa perawat. Tapi kita harus mau meminta bantuan, dan kita perlu terus terang saat melakukannya. Jangan merasa sungkan. Sebenarnya, mungkin kita tidak sadar bahwa
ada banyak orang yang mau membantu kita kalau kita minta bantuan mereka. Dan situasi yang terakhir, kita mungkin merasa bersalah karena kita
merasa telah melakukan suatu kesalahan yang sebenarnya tidak kita lakukan. Misalnya, putri saudari Theresa meninggal
karena kecelakaan lalu lintas. Saudari Theresa bilang, ”Saya merasa bersalah karena saya minta
tolong dia untuk pergi malam itu.” Ada juga saudari lain yang bilang,
”Waktu bercerai, kita bisa merasa sangat bersalah meski sebenarnya bukan kita
penyebab perceraiannya.” Apa yang bisa kita lakukan jika kita punya
perasaan seperti itu? Pertama, jangan pendam perasaan itu sendirian. Ceritakan kepada teman yang mau mendengarkan. Percayalah kepada mereka kalau mereka bilang
bahwa perasaan bersalah kita itu wajar, khususnya sewaktu kita berduka. Lalu yang kedua, ingatlah bahwa kita tidak bisa
mengatur kehidupan orang lain, meski kita sangat menyayangi dia. Ingat apa yang dikatakan Pengkhotbah 9:11. Ini berlaku untuk kita semua. ”Aku melihat hal lain lagi di bawah matahari,
bahwa yang cepat tidak selalu menang lomba, yang kuat tidak selalu menang perang,
yang berhikmat tidak selalu punya makanan, yang pintar tidak selalu menjadi kaya, dan yang punya pengetahuan tidak
selalu menjadi sukses, karena semuanya terpengaruh oleh waktu
dan kejadian yang tidak terduga.” Jadi, ada hal-hal yang berada di luar kendali kita dan ini bukan salah kita. Jangan cepat-cepat merasa bersalah. Belum tentu itu kesalahan kita. Bicaralah kepada seorang teman yang bisa dipercaya dan berfokuslah pada masa depan. Kalau kita terus memikirkan hal-hal
yang tidak bisa kita ubah, kita akan terus merasa bersalah. Jangan biarkan perasaan bersalah
yang tidak perlu mengendalikan hidup Saudara. Jadi kesimpulannya, perasaan bersalah bisa dan
seharusnya menggerakkan kita untuk mengakui kesalahan dan bertobat. Tapi perasaan bersalah yang
tidak perlu itu berbahaya karena bisa membuat kita merasa tidak berdaya dan kita pun tidak bisa memberikan yang
terbaik untuk Yehuwa. Jangan biarkan itu terjadi. Berfokuslah pada apa yang bisa
kita lakukan sekarang dan berkat-berkat di masa depan.

No comments:

Post a Comment